Selasa, 03 Desember 2019

Takdir Cinta Diana


Suara aliran air dari selang pipa bak mandi menemaniku mencuci pakaian. Menikmati sentuhan busa yang berasal dari sabun yang ku goreskan pada tiap pakaian.Terdengar suara segerombolan orang yang sedang memanggil – manggil namaku.“Dianaaaa, Diiii, Dianaaa.” sorak mereka dari arah depan rumahku.Sudah ku duga itu pasti mereka.Rini, Rita dan Mira. Mereka teman – teman ku sejak kecil. Kami tumbuh bersama. Terkadang mereka menguntungkan untuk ku dan terkadang mereka malapetaka untuk ku. Ya ada apa? Kecilkan suara kalian, ibu ku sedang tidur siang nanti dia bangun” ku jawab dengan nada sedikit kesal“ Jadi ibumu yang cerewet itu sedang tidur? Bagus kalau begitu, kami tidak harus mendengarkan ocehan ibumu saat kami meminta izin untuk membawamu.” kata Rini salah satu diantara mereka.Seperti itulah ibuku. Aku tidak boleh keluar rumah jika tidak ada alasan yang penting. Teman – temanku sudah paham mengenai sifat ibuku itu.“ Apa? Kalian mau membawaku ? kemana ? Aku lagi mencuci pakaian lagi pula jika ibuku tahu bisa mati aku.”

“ Kamu ini terlalu berlebihan Di, tenang saja kami tidak membawamu jauh – jauh kok. Kami mau mengajakmu kerumah tante Titi. Kami akan mengenalkan mu dengan seseorang. Ayo Di!” Rini berusaha meyakinkan ku.“ Tante Titi tetangga sebelah ku ini? Siapa yang mau kalian kenalkan? Aku kenal semua keluarganya.”“ Kami pun tahu itu Di. Bukan pada keluarganya tapi pada tamunya.”“ Tamu? Untuk apa? Kalian membuang – buang waktu ku, aku sangat menghargai jika kalian pulang saja. Pulang lah” ucapku memohon. “ Di rumah tante Titi ada dua perwira yang ditugaskan di Medan. tante Titi hanya tinggal berdua dengan suaminya, sebab itulah ditunjuk rumah tante Titi sebagai tempat bernaung mereka Di.” jelas Mira.

“ Ikut kami sekali ini aja, kamu tidak akan menyesal Di.” Kali ini Rita yang berusaha membujukku.
Aku hanya diam membalasnya,menatap tajam mereka dengan raut wajah yang kesal. Mereka tidak perduli dengan kemarahan ku. Mereka terus saja bicara semaunya“ Gimana Di? Kamu mau ikut dengan kami kan?” tanya Rini. “ Kalian ingin memperkenalkan ku pada tamunya tante Titi untuk apa? Itu tamu tante Titi, aku tidakkenal sama mereka. Kenapa aku? Kenap tidak kalian saja?” Itulah mereka, tidak bisa tenang saat ada orang baru datang ke wilayah kami. Terlebih lagi kami sangat dekat dengan tante Titi, wajar saja jika mereka penasaran.“ Kamu kan tahu, kamu yang paling cantik diantara kita berempat.” kata Rita.

“ Udahlah Di ikut aja dengan kami, kami akan menunggu mu selesai mencuci disini.” mereka mengambil ancang – ancang untuk duduk.Aku mengalah, satu banding tiga sampai kapanpun mustahil untuk menang.Selesai mencuci pakaian mereka langsung menarik tangan ku seolah – olah aku ini narapidana yang akan kabur.“Assalammualaikum tante Titiii.” ucapan salam dari Rini saat kami tiba di rumah tante Titi.“ Waalaikumsalam,kalian ternyata, ayo masuk.” Tante Titi mempersilhkan kami masuk ke dalam rumahnya.Ku terawang setiap sudut rumah , tidak ku temukan seorang pun perwira disini. Apa teman – temanku melabuiku? Awas saja jika benar tidak akan kuberi ampun mereka“ Duduk dulu, tante akan panggil mereka.

Bentar ya.” ucapan tante Titi seakan dia tahu maksud dan tujuan kami datang kerumahnyaTerlihat dua orang berjalan dari balik punggung tante Titi. Apa mereka perwira itu? Kalian tidak akan nyangka atas apa yang kulihat. Mereka tampan sekali. Benar kata teman – temanku, aku tidak kan menyesal menuruti mereka.“ Kenali ini Panji dan yang ini Adit.” Tante Titi memperkenalkan mereka satu persatu pada kami.“ Aku Rini, Ini Diana, Rita, dan Mira” Balas Rini memperkenalkan kami pada perwira-perwira ituBola mata ku tidak berhenti menatap Adit. Tidak tahu kenapa sulit menjatuhkan tatapan mata ku darinya. Dia sopan, ramah, tampan, dan tidak sekaku teman disebelah nya.

Sepertinya Adit merasakan apa yang kurasakan padanya. Dia mencuri – curi pandangan ke arah ku. Getaran – getaran dari dalam dada ku semakin kencangSejak saat itu, aku dan Adit menjadi dekat. Kami sering menghabiskan waktu bersama.Saat ada waktu luang dia mengajak ku makan diluar. Meski harus menciptakan beribu alasan untuk minta izin pada ibuku. Tapi itu semua membuahkan hasil. Kedekatan kami berujung pada suatu komitmen khusus saat ini.Berbulan – bulan kami jalani hubungan ini tanpa ada nya pertengkaran. Dia sangat menyayangiku. Dia akan melamarku selesai dari tugasnya. Itu yang dia janjikan pada ku pekan lalu.“ Di aku pamit ya, aku pergi tugas dulu, kamu jangan macam – macam nggak ada aku.” Katanya menggoda ku.

Dari jauh – jauh hari dia sudah memberitahuku soal tugasnya yang diutus untuk menjaga keamanan konser yang sedang berlangsung. Tidak jauh tempatnya dari rumah.“ Iya kamu hati – hati.” ku lemparkan senyum terbaikku padanya.Hari sudah larut malam. Adit pulang dengan mengendarai motor gedenya. Dia mengalami ngantuk berat, lampu motornya tidak menyala. Dia tidak bisa melihat ada truk di depan sana. Truk memberi isyarat agar Adit menghindar.Tidak ada kebijakan dari Adit untuk menghindar. Tanpa ragu dia mengendarai motornya. Truk semakin mendekat. Alhasil kecelakaan pun terjadi.

Adit mengalami luka parah. Setengah badannya berlumuran banyak darah. Belum sempat dibawa ke rumah sakit dia telah meninggal di tempat. Jenazahnya dibawa kerumah tante Titi dan akan dikebumikan di kampung halamannyaPaginya aku terbangun. Ada acara apa dirumah tante Titi? Tenda terpasang di halaman rumahnya. Banyak orang yang berdatangan memakai baju hitam. Ada apa ini? Ada bendera merah dibiarkan terikat di depan rumahnya. Aku bertanya – tanya pada diriku. Siapa yang meninggal? Rini, Rita, dan Mira datang kerumahku mengenakan pakaian serba hitam. Mereka memasang raut wajah yang sangat sedih“ Di, kamu tenang ya. Kamu yang sabar. Kamu harus kuat.A...a...Adit, dia...dia...dia udah nggak ada Di.” Rini memberanikan diri untuk mengatakan semuanyapada ku

Aku diam seribu kata. Diam mematung. Air mataku enggan untuk jatuh. Nafas ku terasa tersendat- sendat. Apakah ini maksud dari pamitnya Adit?Kalian pasti tahu sakitnya cinta yang sempat dimiliki seutuhnya kini pergi tanpa memberi isyarat. Cinta dua insan yang saling mencintai berakhir sudah. Waktu tidak bisa kembali ke masa lalu.Tidak ada yang salah dalam hal ini. Janjinya telah sampai pada-Nya.Aku pikir dia diciptakan untuk bersanding denganku, mengucap janji suci diantara pengulu dan saksi pernikahan.Takdir cintaku begitu tragis. Sudahlah, tugasnya sudah selesai. Kini tinggal tugas ku bagaimana cara menyikapinya. Aku tidak mau ada kesedihan menghantui ku.

Tiga tahun berlalu dengan sangat cepat. Aku sedang berkumpul dengan teman – temanku di depan rumah. Aku teringat akan menelphone Nia teman SMA ku dulu.Aku meminjam handphone Mira. Ku sentuh lembut tombol angka pada handphone ituuntuk memasukkan nomor temanku. Ku hubungi dia ternyata nomornya aktif“ Halo, Nia, aku Diana kamu masih ingat kan? Teman sebangku mu waktu SMA dulu.” Aku terlalu bersemangat.“ Nia siapa ? Ini Dimas. Salah sambung mbak, nggak ada namanya Nia disini.” “ Salah sambung ya mas. Maaf ya mas .“ langsung ku tutup telphonnya.Ku lihat kembali nomor yang ku tulis dikertas untuk memastikan nomornya benar atau salah. Ternyata ujungnya salah. Pantas saja tersambung ke orang lain.

Ku ketik ulang nomornya. Tiba – tiba saja telphone nya berdering menandakan ada panggilan masuk. Sepertinya aku kenal dengan nomor ini. Ya, inikan nomor yang salah sambung itu. Untuk apa dia menelphone ku balik? Ku jawab telphonnya, penasaran apa yang membuat orang itu menghubungiku kembali“ Halo, saya yang kamu telphone salah sambung tadi.” “ Iya, ada apa ya mas.?” tanyaku heran.“ Nama kamu Diana kan? Kamu Tinggal dimana kalau boleh saya tahu?” Apa maksudnya? Dia bertanya seperti ingin mengintrogasi ku saja.“ Saya dari Medan. Kenapa mas” aku berusaha tetap sopan padanya“ Medan dimananya? Minta alamatnya dong?” Cukup sudah. Orang yang tidak aku kenal minta alamat rumah ku. Untuk apa? Pertanyaannya membuat ku takut. Mau apa dia?

Aku sedikit takut dan malas menjawabnya. Ku berikan telphone itu pada Rini, dia paling bijak diantara teman – temanku yang lain. Dia mengobrol dengan Rini tetapi topik pembahasannya masih seputar diriku. Dia bertanya alamat rumahku pada Rini dengan polosnya dia memberitahu alamat rumahku. Ternyata aku salah mempercayai hal ini pada Rini.“ Di, besok dia mau datang kerumah mu.” kata Rini menggoda kuDia ingin kerumah ku? Jika ibuku tahu ada seorang pria datang kerumah untuk menemui anak gadisnya, apa yang akan terjadi? Bisa tamat riwayatku.“ Jangan ke rumah ku. Ke rumah mu aja. Kau kan tahu ibuku kayak apa.”Rini mengiyakan saran ku.Besoknya Dimas datang kerumah Rini. Kami mengobrol di ruang tamu. Dimas anaknya ramah, baik, dan sedikit pemalu.

Setiap hari libur dia menyempatkan diri menemuiku. Jarak antara Aceh ke Medan tidak lah dekat. Memerlukan waktu berjam – jam. Dari awal sudah terlihat dia tertarik pada ku.
Seiring waktu berjalan Dimas menyatakan cintanya pada ku. Dengan yakin ku katakan ‘Iya’. Tidak tahu atas dasar apa aku menerimanya. Aku belum mencintainya, waktu yang akan memberikan cintaku untuknya. Sampailah hari dimana Dimas datang kerumah untuk melamarku. Orang tua ku menerimanya. Tiga bulan setelah tunangan kami memutuskan untuk menikah. Benih – benih cintaku  tumbuh untuk nya bahkan sudah sangat subur dihati.  Setalah mengalami cinta yang tragis kini muncul cinta yang baru,cinta yang indah untuk ku syukuri. Tidak ada yang dapat menjamin kapan cinta akan tumbuh. Pada siapa, bagaimana caranya, tidak ada seorang pun. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar